“Aaaaaaaaa!”
Jeritan Prim yang tidur di
sampingku membangunkanku. Kulirik jam masih pukul 04.00 subuh.
“Ada apa ?” tanyaku, “mimpi buruk ya
?”
“Yeah.. Buttercup berubah menjadi
kucing raksasa dan mengejarku. Dia ingin memakanku,” jawab Prim singkat.
Kulihat matanya masih merah.
“Kau pasti kebanyakan menonton film
kartun. Tidurlah ! Masih terlalu pagi untuk bangun,”
“Katniss,” Prim memegang
tanganku, “Maukah kau menyanyikan sebuah lagu untukku ?” Prim bertanya dengan
penuh harap.
“Baiklah,” dan akupun mulai
bernyanyi, “jauh di padang rumput, di bawah pohon willow, tempat tidur dari
rumput yang hijau, lembut dan kemilau.”
Kulihat Prim sudah mulai tidur lagi.
Karena tidak bisa tidur lagi, aku memutuskan untuk turun, pergi ke dapur dan membuat
secangkir coklat panas kesukaanku. Aku hampir menumpahkannya ke kakiku ketika
Buttercup tiba-tiba muncul di hadapanku dan mengeong, yang membuatku kaget
setengah mati. Buttercup adalah kucing milik Prim. Warnanya coklat keemasan.
Prim menemukannya dalam keadaan hampir mati membeku di pinggir jalan musim
dingin tahun lalu.
“Kau terbangun juga ya ?” tanyaku
sambil menuangkan sebotol susu putih ke mangkuk dan menyodorkannya ke
Buttercup.
Ia mengeong sambil terus menjilati
susu tersebut. Sejenak aku memperhatikan kalung yang melingkar di leher
Buttercup. Kalung yang bertuliskan Lucky
Cat, hadiah dari ayahku untuk Buttercup ketika Prim mati-matian meminta
agar ia diizinkan untuk merawatnya. Kemudian aku teringat hari terburuk dalam
hidupku 5 bulan yang lalu. Ketika sebuah ledakan tambang membuat ayahku yang
paling kusayangi pergi untuk selama-lamanya. Mulai saat itu semuanya berubah.
Ibuku menjadi orang yang sangat diam, bahkan terlalu diam untuk mengurus
anak-anaknya. Ibuku yang dulu selalu ceria, berubah menjadi wanita pemurung dan
suka mengunci diri di kamar.
***
Matahari masih malu-malu untuk
menampakkan sinarnya ketika aku menyiram bunga mawar di halaman depan. Bukan
bunga mawar biasa, tapi bunga mawar jenis Primrose
yang menjadi asal nama adikku. Primrose Anabella Everdeen, adikku yang
paling kusayangi, yang selalu menyusul tidur di sampingku ketika malam karena
masih terlalu takut untuk tidur sendiri, meskipun umurnya sudah 12 tahun.
***
Wangi roti bakar langsung memenuhi dapur
ketika aku selesai menyajikannya di atas piring untuk sarapan. Prim muncul
dengan rambut dikepang dua dan kemeja warna putih yang belakangnya selalu
menyisakan sedikit bagian yang tidak dimasukkan ke dalam rok, seperti ekor
bebek.
“Apakah aku terlihat sempurna
Katniss ?” tanya Prim
“Hampir,” aku berlutut di depannya
sambil memasukkan bagian ekor bebek itu ke dalam roknya “Jika ekor bebek ini
dihilangkan Little Duck,” jawabku
menggodanya
“Kwek Kwek Kwek,” jawabnya
sambil tersenyum.
Ibuku masuk dan duduk di ujung meja.
Menyantap roti bakar dan segelas susu yang sudah kusiapkan. Kami semua makan
dalam diam. Kulihat ibuku memperhatikanku dan berkata.
“Ohh Katniss, kapan kau bisa
mengepang rambutmu dengan benar ?” tanya ibuku.
Dia berjalan keluar dapur, menuju
kamar. Aku dan Prim saling berpandangan bingung. Dari raut mukanya yang sedikit
cerah, sepertinya dia menemukan cahaya hidupnya kembali. Ibu kembali ke dapur
membawa sisir. Dia membetulkan kepang rambutku. Membuatnya menjadi kepangan
satu yang rapi dan membiarkan ujungnya tergerai di bahu kananku. Sepertinya
ibuku benar-benar sudah kembali dari masa kegelapannya.
“Ibu, apakah kau juga akan
membetulkan kepanganku ?” tanya Prim ragu
“Tidak Prim, kau lebih hebat dari
kakakmu dalam hal ini, kepanganmu sudah sangat rapi,” jawab ibuku sambil
tersenyum kepada Prim
“Aku juga lebih imut daripada
Katniss,” jawab Prim dengan bangga, tersenyum dan menatapku.
Aku balas menatap senyumnya, lalu
kami bertukar pandang dan langsung berhambur memeluk ibu kami karena kami yakin
bahwa ibu kami sudah kembali. Ibu membalas pelukan kami dengan penuh kasih
sayang. Rasa hangat pelukan seorang ibu yang sudah lama tidak kudapat, sudah
sangat kurindukan dan kurasakan lagi pagi ini. Kami baru melepas pelukan kami
ketika ibu bilang dia sulit bernafas karena kami memeluknya terlalu erat.
***
Karena hari ini hari Minggu, kami
tidak pergi ke sekolah. Biasanya aku menghabiskan hari Minggu di rumah pohon di
pinggir danau di tengah hutan bersama Peeta. Aku tidak tahu harus menyebutnya
apa, sahabat atau kekasih. Tapi dia lebih dari seorang sahabat untuk mendengar
ceritaku setiap hari, memberi solusi pada masalahku, membiarkan aku bersandar
di bahunya ketika aku menangis, membuatku tertawa ketika aku sedih dan masih
banyak lagi. Mungkin bisa dibilang kekasih karena dia selalu ada di saat aku
membutuhkannya, dan jika aku berada di sisinya aku bisa tersenyum, benar-benar
tersenyum dan merasa bahagia. Terlebih ketika dia mengatakan sesuatu kepadaku,
sesuatu tentang soulmate. Aku masih mengingatnya sampai sekarang
Soulmate adalah
seorang sahabat tapi lebih dari sahabat.
Seseorang
yang benar-benar mengerti dirimu,melebihi orang lain.
Seseorang
yang mengubahmu menjadi seseorang yang lebih baik.
Seseorang
yang menerima dan percaya pada dirimu ketika orang lain
tidak akan melakukannya.
Dan
apapun yang terjadi kau akan selalu mencintainya.
Tidak
ada yang bisa mengubah itu.
Kurasa kalimat-kalimat itu untukku.
***
Prim masih sibuk dengan bercerita
segala pengalamannya 5 bulan terakhir ini dengan ibuku. Dia juga meminta ibuku
untuk mengajarinya mengerjakan tugas menganyam keranjang dari Miss Effie Trinket, guru Prim di
sekolah. Aku melihat mereka dengan perasaan bahagia, senang dan terharu.
Akhirnya kami bisa berkumpul lagi seperti dulu meskipun tanpa kehadiran ayah.
***
Aku memasukkan beberapa lembar
selimut ke dalam ranselku karena hari ini aku berencana menginap di rumah pohon
bersama Peeta. Aku juga membawa radio kecil bertenaga baterai untuk meramaikan
rumah pohon dengan musik. Setelah siap, aku turun dan melihat Prim masih
kebingungan saat ibuku menunjukkan bagaimana cara menganyam. Tapi dia terlihat
antusias.
“Ibu, aku ingin pergi ke rumah pohon,”
kataku kepada ibuku yang masih serius menganyam.
“Baiklah, kau pergi bersama Peeta
kan ? ” tanya ibuku, “Sampaikan salamku kepadanya dan hati-hati di jalan
Katniss.”
“Oke dan aku berencana menginap. Jadi,
tidak usah mengkhawatirkanku. Aku aman bersama Peeta,”
“Jangan lupa bawakan aku bunga
dandelion Katniss,” pesan Prim
“Pasti Little Duck,” jawabku memastikan.
Ketika aku sampai di depan rumah,
Haymitch, pria yang selalu mabuk yang tinggal di rumah di seberang rumahku
menyapaku.
“Pagi Sweetheart. Mau bertemu dengan
Lover Boy mu itu ya ?” tanya Haymitch
sempoyongan.
“Urus saja angsa-angsamu Haymitch,”
jawabku ketus.
***
Tidak butuh waktu lama bagiku untuk
mencapai bibir hutan. Jaraknya hanya sekitar 1 kilometer dari rumahku.Yah.. aku
tinggal di Seam, sebuah desa di tepi District 12. Salah satu District penghasil
batu bara di Negara Panem dengan ibu kotanya Capitol. Panem adalah Negara yang
berdiri setelah runtuhnya Amerika Utara karena Perang ke – 3 Dunia
Padang bunga terhampar di tepi
hutan. Aku memetik beberapa tangkai bunga dari jenis yang berbeda. Dandelion,
lili, mawar, aster, dan masih banyak lagi. Aku mengikatnya dan
menggantungkannya di ranselku. Dari kejauhan, aku sudah melihat danau Beruna
yang terhampar dengan airnya yang jernih. Di pinggir danau tumbuh pohon willow
yang sangat kokoh, tempat ayahku membangun rumah pohon untukku ketika aku masih
10 tahun. Sudah 7 tahun usia rumah pohon itu karena sekarang aku sudah berusia
17 tahun. Tapi rumah pohon itu masih bagus keadaannya, hanya lapuk di beberapa
bagian saja.
Sudah hampir tengah hari ketika aku
tiba di sana. Aku lihat Peeta sudah tiba duluan. Dia menungguku sambil merendam
kakinya di tepi danau. Entah darimana datangnya timbul rasa jahil pada diriku.
Aku ingin mendorongnya dari belakang agar ia tercebur ke dalam danau. Tapi aku
mengurungkan niatku itu karena entah bagaimana dia mengetahui kedatanganku, dia
menyapaku tanpa menoleh.
“Hay Sweetie..kenapa kau lama sekali
?” tanya Peeta.
“Aku masih ingin menyambut
kembalinya ibuku,” jawabku singkat.
“Apakah ibumu sudah sembuh ?
Bagaimana keadaannya ?” tanya Peeta dengan penuh semangat dan meloncat
tiba-tiba yang membuatku kaget dan mundur beberapa langkah.
“Dia baik-baik saja, dia bahkan
mengepang rambutku dan mengajari Prim menganyam keranjang,” jawabku sambil
menunjukkan kepanganku pada Peeta.
“Syukurlah kalau begitu,” katanya
lega.
“Dia juga menitipkan salamnya
untukmu,” kataku akhirnya.
“Katakan padanya aku akan segera
berkunjung,” jawabnya senang.
“Akan kusampaikan ketika aku pulang
nanti”
Peeta langsung menarik tanganku
menuju rumah pohon. Katanya dia sudah lapar. Di sana dia sudah menyiapkan
taplak yang di gelar di lantai, sekeranjang roti keju, dan beberapa botol jus
jeruk kesukaanku.
Peeta adalah anak dari tukang roti di desaku.
Rumahnya hanya dua blok dari rumahku. Ayahnya sangat baik pada keluargaku,
terlebih adikku. Dia sering memberinya roti blueberry kesukaan Prim. Kata ayah
Peeta, Prim adalah gadis kecil terlucu sedunia.
Selesai makan siang kami masih menyimpan
dua bongkah roti dan 3 botol jus jeruk untuk makan malam. Kami bermain sampan
di danau dan ketika kami lelah akhirnya kami kembali ke rumah pohon. Kepalaku
berbaring di pangkuan Peeta, membuat mahkota dari bunga-bunga yang kupetik tadi,
sementara Peeta memainkan rambutku yang tergerai, dia bilang dia sedang
berlatih membuat simpul. Setelah beberapa saat tangannya berhenti bergerak.
“Apa ?” tanyaku.
“Aku berharap bisa membekukan saat
ini, di sini, sekarang juga dan hidup di sini selamanya,” jawabnya panjang
lebar.
Biasanya ucapan seperti ini
menunjukkan cinta matinya padaku. Tapi aku merasa hangat dan santai. Dan
membiarkan diriku menjawab “Oke.”
“Jadi kau mengizinkannya ?” tanya
Peeta penasaran.
“Tentu saja,” jawabku yakin.
Aku mendengar dia tersenyum lega,
membuat hatiku tentram dan damai.
Menjelang sore aku tertidur di
pangkuan Peeta. Namun, saat matahari tenggelam Peeta membangunkanku.
“Kupikir kau mau melihatnya” kata
Peeta.
“Terima kasih sudah membangunkanku”
jawabku senang.
Oranye lembut, warna matahari
tenggelam, warna kesukaan Peeta. Dia memberi- tahuku ketika dia melukis
matahari tenggelam untuk hiasan dinding di rumah pohon ini. Warnya yang lembut
memberi kesan anggun pada saat matahari akan tenggelam, meninggalkan manusia
untuk digantikan oleh bulan.
Kami makan malam dengan roti keju
dan jus jeruk sisa makan siang tadi. Kami menghabiskan semuanya. Setelah itu
Peeta memutar musik yang mengalun lembut dan enak didengar. Lalu Peeta
mengajakku berdansa.
“Maukah kau berdansa denganku Nona
Katniss Anabeth Everdeen ?” tanya Peeta sambil membungkuk.
“Dengan senang hati Tuan Peeta
Joshua Ryan Mellark,” jawabku dengan anggun.
Kami berdansa dengan perasaan
bahagia. Sesekali Peeta menggodaku, dan itu membuat kami tertawa
terbahak-bahak. Kami menari di teras rumah pohon, di bawah sinar rembulan. Menari
tiada henti hingga larut malam. Saat aku menyandarkan kepalaku di bahu Peeta
dan menguap, Peeta menggendongku masuk ke rumah pohon, dia membaringkanku di
atas karpet yang sudah disiapkan, lalu menyelimutiku dan tidur di sampingku.
Saat tidur aku bermimpi tentang
indahnya dunia ini, betapa aku sangat bahagia bisa terlahir di dunia ini,
mempunyai keluarga kecil yang saling melengkapi Prim adikku, ibuku, ayahku yang
sekarang menjadi bintang di langit dan selalu mengawasiku. Betapa ajaibnya
hidup ini, mencari tambatan hati yang ternyata adalah sahabatku sendiri, di
antara milyaran manusia, aku bisa dengan radarku menemukan Peeta. Juga lagu
yang dulu sering dinyanyikan oleh ayahku, sampai sekarang aku masih mengingat
liriknya dengan jelas, lagu yang berasal dari District 12 tempat aku dilahirkan
dan dibesarkan, masih terngiang di telingaku.
Jauh
di padang rumput, di bawah pohon willow
Tempat
tidur dari rumput yang hijau, lembut dan kemilau
Letakkan
kepalamu, dan tutup matamu yang mengantuk
Dan
saat matamu kembali membuka fajar akan mengetuk
Di
sini aman, di sini hangat
Di
sini bunga-bunga aster menjagamu dari yang jahat
Di
sini mimpi-mimpimu indah dan esok akan menjadikannya nyata
Di
sini tempat aku membuatmu merasakan cinta
Memang benar, semua yang aku mimpikan adalah
kenyataan. Peeta, Ibuku, Prim dan ayahku dari atas sana, selalu mendukungku,
selalu ada di sampingku, selalu menyayangiku. Satu hal, pesan dari ayahku yang
tidak akan pernah kulupakan, hidup hanya sekali, buatlah hidupmu menyenangkan,
isi hidupmu dengan hal-hal baik, jangan lari dari masalah tapi hadapilah
masalah, dan yang terpenting jangan membuat orang-orang di sekitarmu kecewa.